Sumber : google.com |
Suaminya lebih sering menghabiskan malam dengan teman-temannya bersama perempuan-perempuan yang lebih siap memuaskan fantasinya. Sebagai seorang kontraktor muda yang tengah menanjak karirnya, suaminya tentu lebih senang dikerumuni teman-temannya yang selalu siap menemaninya menghabiskan uang yang ada di kantong, suaminya tentu lebih bahagia karena selalu disanjung dan dipuji perempuan-perempuan cantik yang siap melayaninya. Itu ‘kan impian seorang lelaki?
“Sebagai seorang istri, kamu harusnya lebih sabar, harus belajar untuk mengalah.”Itu jawaban Ibu Mertuanya ketika ia mengadukan perilaku buruk suaminya.
Walah! Bukannya dukungan yang ia terima.
“Kamu mesti belajar dari Emak ini,”lanjut Ibu Mertuanya,”Hampir empat puluh tahun Emak dengan Bapakmu menikah dan sampai sekarang tetap awet. Kelakuan suamimu itu sama persis dengan Bapakmu waktu muda, tapi Emak tetap tabah dan bersabar karena Emak yakin suatu saat Bapakmu akan berubah menjadi baik. Sekarang kamu lihat Bapakmu sudah berubah. Ia menjadi suami yang baik, tak pernah memukul lagi, tak pernah main perempuan lagi. Kalau kamu mau mengikuti nasehat Emak, yakinlah rumah tangga kalian akan utuh.”
“Kamu mesti belajar dari Emak ini,”lanjut Ibu Mertuanya,”Hampir empat puluh tahun Emak dengan Bapakmu menikah dan sampai sekarang tetap awet. Kelakuan suamimu itu sama persis dengan Bapakmu waktu muda, tapi Emak tetap tabah dan bersabar karena Emak yakin suatu saat Bapakmu akan berubah menjadi baik. Sekarang kamu lihat Bapakmu sudah berubah. Ia menjadi suami yang baik, tak pernah memukul lagi, tak pernah main perempuan lagi. Kalau kamu mau mengikuti nasehat Emak, yakinlah rumah tangga kalian akan utuh.”
“Sejak kapan Bapak
berubah?”
“Sejak Bapakmu kena
penyakit kencing manis lima tahun yang lalu.”
“Selama Bapak main
perempuan, sering memukul, apa yang Emak lakukan?”
“Ya, Emak sabar saja. Toh,
apa yang bisa dilakukan seorang istri terhadap perilaku suaminya? Yang penting
ia tetap pulang ke rumah dan selalu memberi uang untuk Emak. Itu saja sudah
cukup."
“Apa yang harus kulakukan,
Teh?”tanya perempuan muda itu pada istriku.”Aku sudah protes atas kelakuannya
itu dengan kabur dari rumah. Ketika ia janji akan
berubah, aku pun pulang. Pusing karena Ibu di rumah malah marah melihat aku
kabur dari rumah suamiku. Tak lama berada di rumah,
kelakuan suamiku kembali terulang. Mau kabur lagi takut Ibu marah.”
“Apa yang harus kulakukan,
Teh?”tanyanya lagi ketika istriku tidak memberinya solusi.”Apa aku harus
bersikap seperti Emak yang menelan begitu saja semua kelakuan suaminya? Apa aku
sanggup, selama empat puluh tahun,
melihat kelakuan suamiku dan menerima penghinaan ini?”
“Apa yang harus kulakukan, Teh?”tanyanya lagi ketika istriku tetap tidak memberinya solusi.”Apa ini yang disebut ujian, ya? Kalau memang ujian, kenapa harus perempuan yang mengalaminya?”