Rabu, 08 Januari 2020

Sabu dan Sejarahnya



Apakah sabu memang dapat meningkatkan stamina? Menurut Dr. Nicole Lee, Methamfetamin, yang di Indonesia dikenal dengan nama sabu, adalah stimulan kuat dan sangat adiktif yang memengaruhi saraf pusat.

Berdasarkan berbagai sumber, World Drugs Reports 2018 yang diterbitkan United Nations Office on Drugs and Crime (UNODC), menyebutkan sebanyak 275 juta penduduk di dunia (usia 15-64 tahun) pernah mengonsumsi narkoba. Sementara di Indonesia, Badan Narkotika Nasional (BNN) mengantongi angka penyalahgunaan narkoba pada 2017 sebanyak 3.376.115 orang pada rentang usia 10-59 tahun.

Sejak Perang Dunia ke-II, Metamfetamin atau sabu sebenarnya sudah digunakan secara luas. Para pasukan menggunakannya agar mereka tetap terjaga saat peperangan. Pilot Kamikaze Jepang menggunakan sabu untuk membantu mereka dalam misi bunuh diri. Dalam misi tersebut, terjadi penyalahgunaan yang dilakukan pasukan Jepang. Dosis tertinggi diberikan kepada pilot tersebut dengan suntikan menjadi epidemis (wabah).

Menurut duniabebasnarkoba.org, Amfetamin pertama kali dibuat pada 1887 di Jerman dan Metamfetamin yang lebih kuat dan mudah dibuat dikembangkan di Jepang pada 1919. Bentuknya berupa bubuk warna putih dan keabu-abuan.

Metamfetamin adalah salah satu jenis Amfetamin yang dipasarkan pada 1932 sebagai pengurang sumbatan hidung (dekongestan). Jenis satu lagi yaitu MDMA (Metil Dioksi Metamfetamin) yang biasa dikenal dengan nama ekstasi. Metamfetamin bekerja lebih lama dibanding MDMA yang dapat mencapai 12 jam dan efek halusinasinya lebih kuat.

Pada 1950-an, Metamfetamin diberikan dengan resep dokter untuk membantu diet dan melawan depresi. Hal ini digunakan oleh mahasiswa, supir-supir truk dan olahragawan sebagai stimulan tanpa resep dokter. Penggunaan pun kian menjaring luas oleh masyarakat. Pada 1960-an penyalahgunaan obat tersebut meningkat.

Pemerintah Amerika kemudian melegalkan penggunaannya pada 1970. Geng sepeda motor yang hidup di pedalaman mengontrol semua produksinya saat itu. Hingga saat ini narkoba semakin meluas di dunia. Di Asia sendiri negara yang menghasilkan bubuk putih itu berada di Thailand, Myanmar, dan China.

Dari semua jenis narkoba yang ada, Metamfetamin termasuk salah satu yang lebih populer dikonsumsi masyarakat. Sebenarnya apa yang menarik dari obat tersebut? Pengaruh dari penggunaan Metamfetamin berdampak pada bio psiko-sosial seseorang, dengan kata lain dapat berpengaruh ke dalam masalah mental, juga lingkungan sekitar.

Penggunaan ini terjadi oleh berbagai faktor seperti stres, depresi, kurang stamina. Jika pengguna semakin sering mengonsumsi, maka yang terjadi ialah efek kecemasan, disforia dan banyak bicara. Beberapa pengguna mengatakan, cara pemakaian yang tidak sulit menjadi salah satu alasan sabu menjadi narkoba favorit. Selain itu, durasi efek dari sabu yang cukup lama dibanding yang lain juga menyebabkan pengguna memakai sabu untuk meningkatkan staminanya

Senin, 06 Januari 2020

Tanda-Tanda Peringatan Sebelum Stroke Menyerang


Data Sample Registration Survey dari Kementerian Kesehatan RI tahun 2014 menunjukkan bahwa penyakit stroke merupakan 3 besar penyebab kematian di Indonesia, tetapi meskipun menjadi penyakit yang mematikan, rupanya kondisi stroke ini bisa dicegah. Hal ini karena sebelum benar-benar terjadi, ada beberapa gejala di tubuh yang bisa diwaspadai sebagai tanda dini.

Gejala stroke ini memang mirip dengan serangan jantung. Bedanya, stroke menyerang otak hingga beberapa bagiannya terganggu. Untuk mengantisipasi terjadinya stroke, maka perlu diketahui 6 tanda peringatan yang akan dirasakan tubuh.
1. Tekanan darah tinggi
Saat tekanan darah meninggi segera waspadai karena kondisi ini bisa berujung pada stroke. Bila dibiarkan, tekanan darah yang terlalu tinggi bisa merusak saraf otak atau melemahkan pembuluh darah hingga menyebabkan kebocoran atau pecah.
Selain itu, tekanan darah tinggi adalah salah satu penyebab pembentukan bekuan darah dalam aliran darah. Mekanisme inilah yang akhirnya bisa berujung pada stroke.
2. Masalah penglihatan
Penglihatan yang bermasalah bisa menjadi tanda awal dari stroke. Hal ini karena setelah stroke terjadi masalah penglihatan bisa lebih kompleks seperti penglihatan ganda, kehilangan penglihatan pada satu mata, atau penglihatan kabur.
3. Mati rasa pada satu sisi tubuh
Waspadai bila tiba-tiba merasakan mati rasa pada satu sisi tubuh. Biasanya gejala stroke memang diawali dari mati rasa sebelah pada wajah, tangan, atau kaki.
4. Pusing atau kelelahan tanpa alasan
Sebuah penelitian menunjukkan bahwa vertigo dan pusing juga merupakan faktor umum yang dialami pasien stroke. Keadaan kebingungan dan kelelahan pun bisa menjadi tanda bahwa ada sisi otak yang terkena.
5. Migrain tiba-tiba atau sakit kepala parah
Selama stroke, aliran darah ke otak terhalang atau terputus karena adanya gangguan. Kondisi ini bisa menyebabkan robekan atau kerusakan pembuluh darah yang menyebabkan migrain mendadak atau sakit kepala.
6. Kekakuan pada leher atau nyeri bahu
Pembuluh darah yang pecah di otak dapat menyebabkan leher atau bahu kaku. Cara ceknya sederhana, yaitu tempelkan dagu ke dada, bila tidak bisa sebaiknya segera diperiksakan.

Selain ke-6 tanda peringatan di atas, beberapa kondisi yang bisa menyebabkan seseorang rentan terkena stroke, menurut laporan oleh NCBI, adalah :
  • Orang dengan tekanan darah tinggi. Tekanan darah dianggap tinggi jika sudah mencapai 140/90 mmHg atau lebih.
  • Pria yang lebih tua lebih cenderung memiliki stroke daripada orang muda atau perempuan.
  • Merokok dapat memengaruhi jumlah oksigen yang mencapai otak dan juga dapat menyebabkan banyak kerusakan pada pembuluh darah.
  • Diabetes. Diabetes disebabkan oleh kekurangan hormon yang disebut insulin yang mengatur tingkat gula dalam tubuh.
  • Ketika ada kekurangan insulin, gula tidak akan bisa mencapai ke bagian tubuh di mana energi dibutuhkan seperti otak, misalnya.
  • Penyakit Jantung. Penyakit jantung dapat menyebabkan pembekuan darah, terkadang mengakibatkan gangguan aliran darah yang dapat menyebabkan stroke.