Dua Generasi Liverpoodlian |
Sore itu,
Minggu yang cerah, kami sekeluarga je-je-es keliling kota Jambi, mulai dari
Taman Rimba, JPM, dan langsung ke Saimen untuk makan sesuai order dari kedua
junior. Belum lama makan, si sulung mulai merengek minta pulang.
“Kenapa?”tanyaku
bingung. ”Nasinya, kan belum habis.”
“Bawa
pulang saja, Yah,”usulnya.
“Ada apa?”
“Bentar
lagi Liverpool main.”
Ha? Aku
melihat ke jam tangan yang menunjuk ke angka setengah delapan. Benar juga.
Sebentar lagi Liverpool FC bertandang main ke Sunderland.
“Salah
Ayah sendiri, sih,”rutuk istriku sambil menyuapkan nasi ke mulut si bungsu.
Aku hanya
tersenyum melihat kelakuan si sulung. Tak sia-sia aku mencuci otaknya. Sejak
usia enam tahun, baik melalui permainan Play Station atau dengan memangkunya
kala sang ayah menonton sepakbola di layar televisi, dengan perlahan aku
memperkenal si sulung dengan sepakbola dan memaksanya menyukai sepakbola,
terutama menyukai Liverpool FC.
Liverpool
FC, dengan Ian Rush, Bruce Grobbelaar, dan Peter Beardsley, adalah awal
perkenalanku dengan sepakbola dunia dan aku ingin anak jantanku menyukai bola dan
Liverpool FC. Maaf kepada Kahlil Gibran karena aku telah menanamkan pikiran dan
keinginanku pada sang anak, karena Sang Nabi berucap “Anakmu bukan milikmu. Kau
tak berhak menanamkan pikiranmu karena padanya ada pikiran tersendiri.”
Dan kini
dengan bangga anak jantanku mengenakan jersey murahan bernomor punggung 8
dengan nama Gerrard setiap kali ia bermain sepakbola di jalanan depan rumah.
Dinding kamarnya penuh dengan lambang Liverpool FC dan Barcelona, klub lain
yang menjadi favoritnya, sama dengan selera sang ayah.
Di usianya
yang hampir masuk ke delapan tahun, ia bermimpi untuk sekolah sepakbola di
Merseyday dan berguru pada Steven Gerrard. Bermimpilah, nak, karena Tuhan
merekam mimpimu dan, dengan usaha yang keras, insya Allah, akan terwujud.
Sejarah
Berdirinya Liverpool FC
Dibentuk
pada 15 Maret 1892 oleh John Houlding, pemilik Stadion Anfield, karena Everton
FC keluar dari Stadion Anfield, awalnya klub baru itu bernama Everton FC
and Athletic Grounds, Ltd, namun diganti menjadi Liverpool FC setelah Asosiasi
Sepak Bola Inggris (FA) menolak penggunaan nama tersebut.
Pada
awalnya warna seragam Liverpool FC adalah biru dan putih. Baru sejak 1894,
warna merah mulai digunakan sebagai warna baju dan putih untuk celana. Akhirnya
sejak 1964, semua pemain Liverpool FC mengenakan warna merah dari kaos, celana,
dan kaos kaki. Menurut seorang legenda Liverpool FC, Ian St. John, dalam
otobiografinya, ini terjadi saat manajer saat itu, Bill Shankly, merasa merah
akan memberikan keuntungan psikologis bagi mereka. Shankly makin yakin timnya
harus mengenakan warna merah setelah melihat salah satu pemainnya Ronnie Yeats
terlihat lebih garang dalam balutan jersey merah. St. John kemudian
mengusulkan kepada Shankly agar kaos kakinya juga berwarna merah.
Sementara
lambang klub terus berkembang mengikuti perkembangan sejarah Liverpool
FC. Dua nyala api ditambahkan ke dalam lambang klub setelah Tragedi
Hillsborough untuk menghormati 96 suporter Liverpool FC yang meninggal dunia
dalam peristiwa tersebut.
Seperti
telah tertoreh dalam sejarah kelam perjalanan Liverpool FC adalah dua tragedi
besar dalam sepak bola Eropa, yaitu :
- Tragedi Heysel pada 1985. Saat itu Liverpool FC masuk final Piala Champions melawan Juventus. Sebelum pertandingan dimulai terjadi perkelahian massal antara kedua pendukung. Pendukung Liverpool FC menerobos pembatas dan menyerbu tempat pendukung Juventus berada. Untuk menghindari serangan, sejumlah pendukung Juventus bertahan disalah satu sudut tribun, sehingga menyebabkan tembok tribun runtuh dan menimpa penonton yang berada dibawah. Total korban meninggal adalah 39 orang, sebagian besar merupakan pendukung Juventus. Pemain Liverpool FC yang sudah shock karena peristiwa itu harus tetap bertanding dan akhirnya kalah 0-1 dari Juventus. Pihak UEFA kemudian memberi hukuman kepada semua klub Inggris untuk tidak boleh bertanding di semua kompetisi resmi Eropa selama 5 tahun dan kepada Liverpool FC dikenakan hukuman 10 tahun yang kemudian direvisi menjadi 6 tahun untuk Liverpool FC. Peristiwa ini menjadi awal keruntuhan dominasi Liverpool FC diberbagai kompetisi di Inggris dan Eropa.
- Tragedi Hillsborough di tahun 1989. Tragedi Hillsborough merupakan peristiwa terburuk dalam sejarah sepak bola Inggris. Korban tewas berjatuhan menyusul membludaknya penonton yang ingin menyaksikan duel semifinal Piala FA antara "The Reds" dan Nottingham Forest di Stadion Hillsborough, Sheffield, pada 15 April 1989. Stadion berkapasitas hampir 40.000 kursi itu hanya menyediakan 14.600 tempat duduk untuk pendukung Liverpool FC sebagai tim tamu, tapi diperkirakan 25.000 Liverpudlian datang ke stadion tersebut. Polisi dan panitia pertandingan terpaksa membuka lorong agar penonton di luar stadion bisa memasuki arena pertandingan yang sudah dijejali penonton. Tragedi terjadi di masa paruh terakhir pertandingan. Ratusan pendukung Liverpool FC terhimpit karena desakan para penonton yang menghindar dari kebakaran di salah satu sudut tribun Hillsborough yang menyebabkan 94 orang pendukung Liverpool FC meninggal di tempat, satu orang meninggal empat hari kemudian, dan satu orang lagi meninggal setelah empat tahun koma.
Ian Rush
adalah pemain terbaik Liverpool FC dengan memegang rekor
sebagai pemain yang paling banyak mencetak gol bagi Liverpool FC dengan 346 gol.
Legenda lainnya, Ian Callaghan adalah pemain yang tampil paling banyak bagi
Liverpool FC sebanyak 857 kali dalam karir yang berlangsung selama 19 musim di
Anfield. Sedangkan Phil Neal merupakan pemain yang paling banyak menjadi juara
di Liverpool FC karena ia telah berhasil memiliki medali pemenang sebanyak 20
buah.
Kemenangan
terbesar yang pernah dicatat oleh Liverpool FC terjadi pada 1974 saat mereka
menghancurkan Stromsgodset IF dengan skor akhir 11-0, sedangkan kekalahan
terbesar ketika digebuk Birmingham City 1-9 20 tahun sebelum kemenangan
terbesar Liverpool FC terjadi.
Lagu
kebanggaan yang selalu dinyanyikan para penonton di Anfield dan fans Liverpool
FC di seluruh dunia berjudul You’ll Never Walk Alone (YNWA) yang aslinya
merupakan sebuah lagu di drama musikal Carousel. Lagu itu dinyanyikan
pertama kali di Anfield saat band Gerry and the Peacemakers yang juga berasal
dari Liverpool berhasil mencapai nomor satu di jenjang tembang berkat lagu itu.
You’ll Never Walk Alone tak berhenti dinyanyikan meskipun lagu itu sudah
tak masuk daftar lagi. Itulah awal lahirnya tradisi menyanyikan You’ll Never
Walk Alone di Anfield. Lagu yang sama juga kemudian diadopsi oleh
pendukung klub lain seperti Glasgow Celtic, Hibernian, Feyenoord Rotterdam, dan
FC Twente.
Sejak 6
February 2007, kepemilikan Liverpool FC berada di tangan dua orang Amerika
Serikat, Tom Hicks dan George Gillett, ketika mereka membeli saham terakhir
dari ketua sebelumnya, David Moores. Karena krisis finansial yang melanda dunia
dan tekanan Liverpoodlian yang kecewa dengan prestasi Liverpool FC yang kian
terpuruk, akhirnya, setelah melewati pertarungan hukum di pengadilan Inggris
dan Amerika, NESV yang dipimpin oleh John W Henry, pemilik tim baseball Amerika,
Boston Red Sox, menyelesaikan pengambilalihan Liverpool FC pada Jumat, 15
Oktober 2010 dari pemilik sebelumnya, Tom Hicks dan George Gillet serta lembaga
dana (hedge fund) Mill Financial dengan harga pengambilalihan senilai £300
juta.
Perjalanan
prestasi Liverpool FC
1.Era
Sebelum 1959.
Di musim
pertamanya, Liverpool FC langsung menjuarai Liga Lancashire, sehingga langsung
masuk menjadi anggota divisi II Football League musim 1893-1894. Di kompetisi
divisi II, Liverpool FC benar-benar tak terkalahkan dan keluar sebagai juara
divisi II dan secara otomatis langsung promosi ke divisi I (divisi utama).
Pada musim
1900-1901, Liverpool FC baru menjadi juara divisi I. Mereka
kemudian menjadi juara liga lagi pada musim 1905-1906. Liverpool
FC juga mencapai final pertama piala FA tahun 1914, tetapi kalah melawan
Burnley 0-1 di final. Musim
kompetisi tahun 1921-1922 dan 1922-1923, mereka menjadi juara secara berurutan.
Kemudian datanglah masa vakum gelar selama 27 tahun sebelum mereka dapat
menjadi juara liga lagi pada musim 1946-1947. Setelah itu Liverpool FC kembali
tenggelam dan bahkan mengalami degradasi pada musim 1953-1954
2. Era
1959-1974
Pada bulan
Desember 1959, Liverpool FC menunjuk bos Huddersfield Town, Bill Shankly, untuk
menjadi manajer menggantikan Phil Taylor. Shankly sendiri bukanlah seorang
manajer terkenal pada waktu itu. Sebagian fans dan media meragukan
kemampuannya. Shankly justru memulai dengan merevolusi skuad Liverpool FC
dengan melepas 24 pemain dan merekrut pemain-pemain baru
pilihannya. Lapangan latihan di Melwood pun tak luput dari perhatiannya
dan dirombak menjadi tempat latihan sepakbola kelas satu.
Ia juga
mengenalkan sistem latihan permainan Five-a-Side atau sepakbola 5 lawan
5. Idenya adalah membuat permainan menjadi lebih sederhana dan lebih hidup, passing
dan bergerak.
Di musim
ketiganya, 1961-1962, Liverpool FC keluar sebagai juara divisi II dan promosi
ke divisi utama. Liverpool
FC langsung keluar sebagai juara liga pada musim keduanya di liga utama, musim
1963-1964, atau 17 tahun setelah mereka merasakan gelar liganya yang terakhir.
Kemudian Liverpool FC pun mulai merajai liga. Mereka
merengkuh lagi gelar juara liga musim 1965-1966 dan piala FA pertama sepanjang
sejarah mereka tahun 1965.
Total
gelar yang diraih Liverpool FC dibawah Bill Shankly selama tahun 1959-1974
adalah 3 kali juara liga (1964, 1966, 1973), 2 kali juara piala FA (1965,
1974), dan 1 kali juara piala UEFA (1973). Itu belum termasuk runner-up
liga 2 kali, runner-up piala FA 1 kali dan runner up piala Winners Eropa
1 kali. Shankly pensiun setelah Liverpool FC meraih juara piala FA tahun 1974.
3. Era
1974-1983
Setelah
Bill Shankly mundur, Bob Paisley diangkat menjadi manajer. Paisley, mantan
pemain Liverpool FC dan staf kepercayaan Shankly, pada awalnya ia tidak berminat
untuk menjadi manajer klub, namun setelah dirayu oleh pihak manajemen, ia pun
akhirnya setuju menangani Liverpool FC sebagai manajer mereka yang baru.
Ia
merekrut trio Skotlandia, Kenny Dalglish, Graeme Souness dan Alan Hansen, yang
kesemuanya nantinya menjadi pemain legendaris Liverpool FC. Di tangan Paisley, Liverpool FC menjadi sebuah klub yang sangat luar biasa dan tak terkalahkan di
masa itu.
Selama 9
tahun kepemimpinannya dari tahun 1974 sampai 1983, Liverpool FC merengkuh 6
gelar liga (1976, 1977,1979, 1980, 1982, 1983), 3 gelar juara Eropa/Champions
(1977, 1978, 1981), 3 gelar juara piala liga berurutan (1981, 1982, 1983), 1
juara piala UEFA, dan 1 kali juara piala Super Eropa. Liverpool FC juga
mencapai runner-up liga 2 kali, 1 kali runner-up piala FA, 1 kali
runner-up piala Liga, 1 kali runner-up piala Super dan 1 kali runner
up piala dunia antar klub.
4. Era
1983-1985
Setelah
Paisley pensiun di tahun 1983, ia digantikan oleh asistennya, Joe Fagan. Di tahun
pertamanya Fagan langsung membawa Liverpool FC kembali tancap gas dan menjadi
klub Inggris pertama yang meraih 3 gelar dalam setahun; juara liga, juara piala
liga dan juara Champions.
5. Era
1985-1991
Tahun
1985, Fagan mundur dan kemudian digantikan oleh Kenny Dalglish sebagai
manajer-pemain. Sebagai pemain, Dalglish sampai sekarang diyakini oleh
pendukung Liverpool FC sebagai pemain terbesar sepanjang sejarah Liverpool FC.
Di tangan Dalglish, Liverpool FC tetap tak berubah untuk selalu haus akan
gelar. Selama kepemimpinan 6 tahun, King Kenny, julukan yang diberikan oleh
penggemar The Kop, Liverpool FC meraih 3 gelar juara liga (1986, 1988, 1990)
dan 2 gelar juara piala FA (1986, 1989). Runner up liga 3 kali dan runner
up piala FA 1 kali. Dalglish yang juga bermain di final Champions ‘Tragedi
Heysel 1985’, mundur setelah shocknya yang kedua, yaitu Bencana Hillsborough.
7. Era
1990-2004
Dalglish
yang mundur digantikan oleh Graeme Souness. Sebagai pemain, Souness memang
merupakan salah satu pemain legenda Liverpool FC. Namun di tangan pria
Skotlandia itu Liverpool FC kali ini benar-benar tenggelam. Satu satunya gelar
yang ia raih sebagai manajer adalah juara piala FA tahun 1992.
Roy Evans,
pelatih tua yang merupakan staf pelatih Liverpool FC saat itu menggantikannya
pada tahun 1994. Prestasi Liverpool FC mulai membaik namun tidak mampu lebih
dari ranking 3 Premiership. Gelar piala liga diraih Evans tahun 1995 dan runner
up piala FA tahun 1996.
Gerard Houllier,
mantan pelatih tim Perancis, ditunjuk untuk bersanding dengan Evans pada tahun
1998. Namun kerja sama ini tidak bertahan lama karena Evans mundur dan Houllier
menjadi manajer tunggal Liverpool FC mulai saat itu. Prestasi terbesar Houllier
adalah sewaktu Liverpool FC meraih Treble (juara piala FA, juara piala liga,
juara piala UEFA) pada tahun 2001. Liverpool FC mencapai runner up liga pada
tahun 2002. Saat itu Houllier mulai dilanda penyakit jantung dan akhirnya dia
mundur pada tahun 2004.
8. Era
2004-2010
Rafael
Benitez, pelatih Valencia yang sukses membawa klub Spanyol itu juara La liga 2
kali, ditunjuk oleh manajemen Liverpool FC untuk menangani klub. Di tahun
pertamanya, 2005, Rafa hanya mampu membawa Liverpool FC mencapai peringkat ke-5
Premiership. Namun lain ceritanya untuk kompetisi Liga Champions Eropa
2004-2005 dimana secara mengejutkan Liverpool FC bisa keluar sebagai juara
Eropa setelah menang adu penalti melawan AC Milan di final. Final yang dramatis
karena Liverpool FC justru tertinggal 0-3 di babak pertama namun bisa
menyamakan kedudukan dan menang saat adu penalti digelar.
Benitez
membawa Liverpool FC ke final Champions lagi tahun 2007 dan lagi-lagi melawan
AC Milan, namun kali ini Liverpool FC kalah 1-2 di final.
9. Era 2010-2015
Liverpool
FC resmi menggunakan jasa Roy Hodgson untuk melatih Steven Gerrard cs.
Mantan pelatih Fulham ini rencananya berada di Anfield selama 3 tahun dan akan
menjadi manajer ke 18 dalam sejarah Liverpool FC. Keberhasilan Hodgson
membawa Fulham ke final Liga Europa, walau Fulham tidak diperkuat pemain-pemain
bintang, menjadi alasan utama Liverpool FC untuk memakai jasanya. Tetapi,
Hodgson hanya bertahan setengah musim kompetisi di Liverpool FC, klub yang
selama ini selalu memberi waktu beberapa tahun kepada manajernya untuk
membuktikan kemampuan mereka.
Sejak awal
banyak pendukung Liverpool FC tidak begitu yakin dengan pengangkatan Hodgson
yang terpilih sebagai Manager of the Year berdasarkan pilihan sesama manajer di
Liga Inggris. Para pendukung Liverpool FC yang anti-Hodgson ini menganggap
dia kurang berbobot untuk memegang klub sebesar Liverpool FC, anggapan yang
mengabaikan pengalaman Hodgson yang dua kali memegang Inter Milan, salah satu
raksasa sepakbola Italia. Namun prestasi Liverpool FC kemudian menunjukkan
bahwa Hodgson tidak berhasil mencegah kemerosotan Liverpool FC yang sudah
dimulai sejak tahun terakhir kepemimpinan Benitez.
Berikut perjalanan karier Rodgers dalam angka sejak diangkat pada 2012 hingga diberhentikan pada 2015:
Semoga Era Brendan Rodgers menjadi awal bendera Liverpool FC kembali berkibar. Cukup aku, sang ayah, yang mencicipi masa panjang kegelapan Liverpool FC, sehingga si sulung akan dengan bangga mengenakan jersey Gerrard-nya.
(diperbaharui tgl 20 Maret 2014)
10. Era 2015-kini
Pada 8 Oktober 2015, Klopp resmi menjadi pelatih Liverpool dengan menggantikan peran Brendan Rodgers yang dianggap tidak berhasil. Mantan pelatih Borrusia Dortmund ini, berhasil membawa Liverpool meraih gelar juara di ajang Liga Champions pada kompetisi tahun 2018-2019. Gelar tersebut diraih setelah mengalahkan Tottenham Hotspur di partai final yang dilaksanakan di Stadion Wanda Metropolitano, Madrid dengan skor 2-0.
(diperbaharui tgl 14 Maret 2019)
0 - Jumlah trofi yang dipersembahkan Brendan Rodgers selama mengarsiteki Liverpool.
2 - Posisi terbaik Liverpool selama Rodgers menjadi manajer.
29 - Jumlah kekalahan The Reds selama diasuh Rodgers.
30 - Raihan hasil imbang Liverpool selama diarsiteki Rodgers.
52 - Jumlah gol yang dicetak Liverpool di musim 2014-15.
63 - Torehan kemenangan yang dipersembahkan Rodgers untuk Liverpool.
101 - Jumlah gol yang dicetak Liverpool di musim 2013-14.
122 - Jumlah laga di Premier League saat menangani Liverpool.
32,5 juta poundsterling - Pembelian terbesar yang dilakukan Rodgers saat mendatangkan Christian Benteke dari Aston Villa.
75 juta poundsterling - Pendapatan terbesar yang diterima Rodgers saat menjual Luis Suarez ke Barcelona.
200 juta poundsterling - Keuntungan Liverpool di bursa transfer selama diasuh Rodgers.
292 juta poundsterling - Jumlah yang dikeluarkan Rodgers untuk mendatangkan sejumlah pemain anyar ke Anfield.
Sumber: The MirrorSemoga Era Brendan Rodgers menjadi awal bendera Liverpool FC kembali berkibar. Cukup aku, sang ayah, yang mencicipi masa panjang kegelapan Liverpool FC, sehingga si sulung akan dengan bangga mengenakan jersey Gerrard-nya.
(diperbaharui tgl 20 Maret 2014)
10. Era 2015-kini
2019, Madrid |
(diperbaharui tgl 14 Maret 2019)