Selasa, 19 April 2011

Kami, Liverpoodlian

Dua Generasi Liverpoodlian

Sore itu, Minggu yang cerah, kami sekeluarga je-je-es keliling kota Jambi, mulai dari Taman Rimba, JPM, dan langsung ke Saimen untuk makan sesuai order dari kedua junior. Belum lama makan, si sulung mulai merengek minta pulang.

“Kenapa?”tanyaku bingung. ”Nasinya, kan belum habis.”

“Bawa pulang saja, Yah,”usulnya.

“Ada apa?”

“Bentar lagi Liverpool main.”

Ha? Aku melihat ke jam tangan yang menunjuk ke angka setengah delapan. Benar juga. Sebentar lagi Liverpool FC bertandang main ke Sunderland.

“Salah Ayah sendiri, sih,”rutuk istriku sambil menyuapkan nasi ke mulut si bungsu.

Aku hanya tersenyum melihat kelakuan si sulung. Tak sia-sia aku mencuci otaknya. Sejak usia enam tahun, baik melalui permainan Play Station atau dengan memangkunya kala sang ayah menonton  sepakbola di layar televisi, dengan perlahan aku memperkenal si sulung dengan sepakbola dan memaksanya menyukai sepakbola, terutama menyukai Liverpool FC. 

Liverpool FC, dengan Ian Rush, Bruce Grobbelaar, dan Peter Beardsley, adalah awal perkenalanku dengan sepakbola dunia dan aku ingin anak jantanku menyukai bola dan Liverpool FC. Maaf kepada Kahlil Gibran karena aku telah menanamkan pikiran dan keinginanku pada sang anak, karena Sang Nabi berucap “Anakmu bukan milikmu. Kau tak berhak menanamkan pikiranmu karena padanya ada pikiran tersendiri.”

Dan kini dengan bangga anak jantanku mengenakan jersey murahan bernomor punggung 8 dengan nama Gerrard setiap kali ia bermain sepakbola di jalanan depan rumah. Dinding kamarnya penuh dengan lambang Liverpool FC dan Barcelona, klub lain yang menjadi favoritnya, sama dengan selera sang ayah.

Di usianya yang hampir masuk ke delapan tahun, ia bermimpi untuk sekolah sepakbola di Merseyday dan berguru pada Steven Gerrard. Bermimpilah, nak, karena Tuhan  merekam mimpimu dan, dengan usaha yang keras, insya Allah, akan terwujud.

Sejarah Berdirinya Liverpool FC

Dibentuk pada 15 Maret 1892 oleh John Houlding, pemilik Stadion Anfield, karena Everton FC keluar dari Stadion Anfield,  awalnya klub baru itu bernama Everton FC and Athletic Grounds, Ltd, namun diganti menjadi Liverpool FC setelah Asosiasi Sepak Bola Inggris (FA) menolak penggunaan nama tersebut.

Pada awalnya warna seragam Liverpool FC adalah biru dan putih. Baru sejak 1894, warna merah mulai digunakan sebagai warna baju dan putih untuk celana. Akhirnya sejak 1964, semua pemain Liverpool FC mengenakan warna merah dari kaos, celana, dan kaos kaki. Menurut seorang legenda Liverpool FC, Ian St. John, dalam otobiografinya, ini terjadi saat manajer saat itu, Bill Shankly, merasa merah akan memberikan keuntungan psikologis bagi mereka. Shankly makin yakin timnya harus mengenakan warna merah setelah melihat salah satu pemainnya Ronnie Yeats terlihat lebih garang dalam balutan jersey merah. St. John kemudian mengusulkan kepada Shankly agar kaos kakinya juga berwarna merah.

Sementara lambang klub terus berkembang mengikuti perkembangan sejarah Liverpool FC. Dua nyala api ditambahkan ke dalam lambang klub setelah Tragedi Hillsborough untuk menghormati 96 suporter Liverpool FC yang meninggal dunia dalam peristiwa tersebut.

Seperti telah tertoreh dalam sejarah kelam perjalanan Liverpool FC adalah dua tragedi besar dalam sepak bola Eropa, yaitu :
  1. Tragedi Heysel pada 1985. Saat itu Liverpool FC masuk final Piala Champions melawan Juventus. Sebelum pertandingan dimulai terjadi perkelahian massal antara kedua pendukung. Pendukung Liverpool FC menerobos pembatas dan menyerbu tempat pendukung Juventus berada. Untuk menghindari serangan, sejumlah pendukung Juventus bertahan disalah satu sudut tribun, sehingga menyebabkan tembok tribun runtuh dan menimpa penonton yang berada dibawah. Total korban meninggal adalah 39 orang, sebagian besar merupakan pendukung Juventus. Pemain Liverpool FC yang sudah shock karena peristiwa itu harus tetap bertanding dan akhirnya kalah 0-1 dari Juventus. Pihak UEFA kemudian memberi hukuman kepada semua klub Inggris untuk tidak boleh bertanding di semua kompetisi resmi Eropa selama 5 tahun dan kepada Liverpool FC dikenakan hukuman 10 tahun yang kemudian direvisi menjadi 6 tahun untuk Liverpool FC. Peristiwa ini menjadi awal keruntuhan dominasi Liverpool FC diberbagai kompetisi di Inggris dan Eropa.
  2. Tragedi Hillsborough di tahun 1989. Tragedi Hillsborough merupakan peristiwa terburuk dalam sejarah sepak bola Inggris. Korban tewas berjatuhan menyusul membludaknya penonton yang ingin menyaksikan duel semifinal Piala FA antara "The Reds" dan Nottingham Forest di Stadion Hillsborough, Sheffield, pada 15 April 1989. Stadion berkapasitas hampir 40.000 kursi itu hanya menyediakan 14.600 tempat duduk untuk pendukung Liverpool FC sebagai tim tamu, tapi diperkirakan 25.000 Liverpudlian datang ke stadion tersebut. Polisi dan panitia pertandingan terpaksa membuka lorong agar penonton di luar stadion bisa memasuki arena pertandingan yang sudah dijejali penonton. Tragedi terjadi di masa paruh terakhir pertandingan. Ratusan pendukung Liverpool FC terhimpit karena desakan para penonton yang menghindar dari kebakaran di salah satu sudut tribun Hillsborough yang menyebabkan 94 orang pendukung Liverpool FC meninggal di tempat, satu orang meninggal empat hari kemudian, dan satu orang lagi meninggal setelah empat tahun koma.
Ian Rush adalah pemain terbaik Liverpool FC  dengan memegang rekor sebagai pemain yang paling banyak mencetak gol bagi Liverpool FC dengan 346 gol. Legenda lainnya, Ian Callaghan adalah pemain yang tampil paling banyak bagi Liverpool FC sebanyak 857 kali dalam karir yang berlangsung selama 19 musim di Anfield. Sedangkan Phil Neal merupakan pemain yang paling banyak menjadi juara di Liverpool FC karena ia telah berhasil memiliki medali pemenang sebanyak 20 buah.

Kemenangan terbesar yang pernah dicatat oleh Liverpool FC terjadi pada 1974 saat mereka menghancurkan Stromsgodset IF dengan skor akhir 11-0, sedangkan kekalahan terbesar ketika digebuk Birmingham City 1-9 20 tahun sebelum kemenangan terbesar Liverpool FC terjadi.

Lagu kebanggaan yang selalu dinyanyikan para penonton di Anfield dan fans Liverpool FC di seluruh dunia berjudul You’ll Never Walk Alone (YNWA) yang aslinya merupakan sebuah lagu di drama musikal Carousel. Lagu itu dinyanyikan pertama kali di Anfield saat band Gerry and the Peacemakers yang juga berasal dari Liverpool berhasil mencapai nomor satu di jenjang tembang berkat lagu itu. You’ll Never Walk Alone tak berhenti dinyanyikan meskipun lagu itu sudah tak masuk daftar lagi. Itulah awal lahirnya tradisi menyanyikan You’ll Never Walk Alone di Anfield. Lagu yang sama juga kemudian diadopsi oleh pendukung klub lain seperti Glasgow Celtic, Hibernian, Feyenoord Rotterdam, dan FC Twente.

Sejak 6 February 2007, kepemilikan Liverpool FC berada di tangan dua orang Amerika Serikat, Tom Hicks dan George Gillett, ketika mereka membeli saham terakhir dari ketua sebelumnya, David Moores. Karena krisis finansial yang melanda dunia dan tekanan Liverpoodlian yang kecewa dengan prestasi Liverpool FC yang kian terpuruk, akhirnya, setelah melewati pertarungan hukum di pengadilan Inggris dan Amerika, NESV yang dipimpin oleh John W Henry, pemilik tim baseball Amerika, Boston Red Sox, menyelesaikan pengambilalihan Liverpool FC pada Jumat, 15 Oktober 2010 dari pemilik sebelumnya, Tom Hicks dan George Gillet serta lembaga dana (hedge fund) Mill Financial dengan harga pengambilalihan senilai £300 juta.

Perjalanan prestasi Liverpool FC

1.Era Sebelum 1959.

Di musim pertamanya, Liverpool FC langsung menjuarai Liga Lancashire, sehingga langsung masuk menjadi anggota divisi II Football League musim 1893-1894. Di kompetisi divisi II, Liverpool FC benar-benar tak terkalahkan dan keluar sebagai juara divisi II dan secara otomatis langsung promosi ke divisi I (divisi utama).

Pada musim 1900-1901, Liverpool FC baru menjadi juara divisi I. Mereka kemudian menjadi juara liga lagi pada musim 1905-1906. Liverpool FC juga mencapai final pertama piala FA tahun 1914, tetapi kalah melawan Burnley 0-1 di final. Musim kompetisi tahun 1921-1922 dan 1922-1923, mereka menjadi juara secara berurutan. Kemudian datanglah masa vakum gelar selama 27 tahun sebelum mereka dapat menjadi juara liga lagi pada musim 1946-1947. Setelah itu Liverpool FC kembali tenggelam dan bahkan mengalami degradasi pada musim 1953-1954

2. Era 1959-1974

Pada bulan Desember 1959, Liverpool FC menunjuk bos Huddersfield Town, Bill Shankly, untuk menjadi manajer menggantikan Phil Taylor. Shankly sendiri bukanlah seorang manajer terkenal pada waktu itu. Sebagian fans dan media meragukan kemampuannya. Shankly justru memulai dengan merevolusi skuad Liverpool FC dengan melepas 24 pemain dan merekrut pemain-pemain baru pilihannya. Lapangan latihan di Melwood pun tak luput dari perhatiannya dan dirombak menjadi tempat latihan sepakbola kelas satu. 

Ia juga mengenalkan sistem latihan permainan Five-a-Side atau sepakbola 5 lawan 5. Idenya adalah membuat permainan menjadi lebih sederhana dan lebih hidup, passing dan bergerak. 

Di musim ketiganya, 1961-1962, Liverpool FC keluar sebagai juara divisi II dan promosi ke divisi utama. Liverpool FC langsung keluar sebagai juara liga pada musim keduanya di liga utama, musim 1963-1964, atau 17 tahun setelah mereka merasakan gelar liganya yang terakhir. Kemudian Liverpool FC pun mulai merajai liga. Mereka merengkuh lagi gelar juara liga musim 1965-1966 dan piala FA pertama sepanjang sejarah mereka tahun 1965.

Total gelar yang diraih Liverpool FC dibawah Bill Shankly selama tahun 1959-1974 adalah  3 kali juara liga (1964, 1966, 1973), 2 kali juara piala FA (1965, 1974), dan 1 kali juara piala UEFA (1973). Itu belum termasuk runner-up liga 2 kali, runner-up piala FA 1 kali dan runner up piala Winners Eropa 1 kali. Shankly pensiun setelah Liverpool FC meraih juara piala FA tahun 1974.

3. Era 1974-1983
Setelah Bill Shankly mundur, Bob Paisley diangkat menjadi manajer. Paisley, mantan pemain Liverpool FC dan staf kepercayaan Shankly, pada awalnya ia tidak berminat untuk menjadi manajer klub, namun setelah dirayu oleh pihak manajemen, ia pun akhirnya setuju menangani Liverpool FC sebagai manajer mereka yang baru. 

Ia merekrut trio Skotlandia, Kenny Dalglish, Graeme Souness dan Alan Hansen, yang kesemuanya nantinya menjadi pemain legendaris Liverpool FC. Di tangan Paisley, Liverpool FC menjadi sebuah klub yang sangat luar biasa dan tak terkalahkan di masa itu. 

Selama 9 tahun kepemimpinannya dari tahun 1974 sampai 1983, Liverpool FC merengkuh 6 gelar liga (1976, 1977,1979, 1980, 1982, 1983), 3 gelar juara Eropa/Champions (1977, 1978, 1981), 3 gelar juara piala liga berurutan (1981, 1982, 1983), 1 juara piala UEFA, dan 1 kali juara piala Super Eropa. Liverpool FC juga mencapai runner-up liga 2 kali, 1 kali runner-up piala FA, 1 kali runner-up piala Liga, 1 kali runner-up piala Super dan 1 kali runner up piala dunia antar klub.

4. Era 1983-1985
Setelah Paisley pensiun di tahun 1983, ia digantikan oleh asistennya, Joe Fagan. Di tahun pertamanya Fagan langsung membawa Liverpool FC kembali tancap gas dan menjadi klub Inggris pertama yang meraih 3 gelar dalam setahun; juara liga, juara piala liga dan juara Champions.

5. Era 1985-1991
Tahun 1985, Fagan mundur dan kemudian digantikan oleh Kenny Dalglish sebagai manajer-pemain. Sebagai pemain, Dalglish sampai sekarang diyakini oleh pendukung Liverpool FC sebagai pemain terbesar sepanjang sejarah Liverpool FC. Di tangan Dalglish, Liverpool FC tetap tak berubah untuk selalu haus akan gelar. Selama kepemimpinan 6 tahun, King Kenny, julukan yang diberikan oleh penggemar The Kop, Liverpool FC meraih 3 gelar juara liga (1986, 1988, 1990) dan 2 gelar juara piala FA (1986, 1989). Runner up liga 3 kali dan runner up piala FA 1 kali. Dalglish yang juga bermain di final Champions ‘Tragedi Heysel 1985’, mundur setelah shocknya yang kedua, yaitu Bencana Hillsborough.

7. Era 1990-2004
Dalglish yang mundur digantikan oleh Graeme Souness. Sebagai pemain, Souness memang merupakan salah satu pemain legenda Liverpool FC. Namun di tangan pria Skotlandia itu Liverpool FC kali ini benar-benar tenggelam. Satu satunya gelar yang ia raih sebagai manajer adalah juara piala FA tahun 1992.

Roy Evans, pelatih tua yang merupakan staf pelatih Liverpool FC saat itu menggantikannya pada tahun 1994. Prestasi Liverpool FC mulai membaik namun tidak mampu lebih dari ranking 3 Premiership. Gelar piala liga diraih Evans tahun 1995 dan runner up piala FA tahun 1996. 

Gerard Houllier, mantan pelatih tim Perancis, ditunjuk untuk bersanding dengan Evans pada tahun 1998. Namun kerja sama ini tidak bertahan lama karena Evans mundur dan Houllier menjadi manajer tunggal Liverpool FC mulai saat itu. Prestasi terbesar Houllier adalah sewaktu Liverpool FC meraih Treble (juara piala FA, juara piala liga, juara piala UEFA) pada tahun 2001. Liverpool FC mencapai runner up liga pada tahun 2002. Saat itu Houllier mulai dilanda penyakit jantung dan akhirnya dia mundur pada tahun 2004.

8. Era 2004-2010
Rafael Benitez, pelatih Valencia yang sukses membawa klub Spanyol itu juara La liga 2 kali, ditunjuk oleh manajemen Liverpool FC untuk menangani klub. Di tahun pertamanya, 2005, Rafa hanya mampu membawa Liverpool FC mencapai peringkat ke-5 Premiership. Namun lain ceritanya untuk kompetisi Liga Champions Eropa 2004-2005 dimana secara mengejutkan Liverpool FC bisa keluar sebagai juara Eropa setelah menang adu penalti melawan AC Milan di final. Final yang dramatis karena Liverpool FC justru tertinggal 0-3 di babak pertama namun bisa menyamakan kedudukan dan menang saat adu penalti digelar. 
2005, Istambul

Benitez membawa Liverpool FC ke final Champions lagi tahun 2007 dan lagi-lagi melawan AC Milan, namun kali ini Liverpool FC kalah 1-2 di final.

9. Era  2010-2015
Liverpool FC resmi menggunakan jasa Roy Hodgson untuk melatih Steven Gerrard cs. Mantan pelatih Fulham ini rencananya berada di Anfield selama 3 tahun dan akan menjadi manajer ke 18 dalam sejarah Liverpool FC. Keberhasilan Hodgson membawa Fulham ke final Liga Europa, walau Fulham tidak diperkuat pemain-pemain bintang, menjadi alasan utama Liverpool FC untuk memakai jasanya. Tetapi, Hodgson hanya bertahan setengah musim kompetisi di Liverpool FC, klub yang selama ini selalu memberi waktu beberapa tahun kepada manajernya untuk membuktikan kemampuan mereka.

Sejak awal banyak pendukung Liverpool FC tidak begitu yakin dengan pengangkatan Hodgson yang terpilih sebagai Manager of the Year berdasarkan pilihan sesama manajer di Liga Inggris. Para pendukung Liverpool FC yang anti-Hodgson ini menganggap dia kurang berbobot untuk memegang klub sebesar Liverpool FC, anggapan yang mengabaikan pengalaman Hodgson yang dua kali memegang Inter Milan, salah satu raksasa sepakbola Italia. Namun prestasi Liverpool FC kemudian menunjukkan bahwa Hodgson tidak berhasil mencegah kemerosotan Liverpool FC yang sudah dimulai sejak tahun terakhir kepemimpinan Benitez. 

Sempat terlempar ke zona degradasi menyebabkan manajemen baru Liverpool FC  mengganti Hodgson dengan Kenny Dalglish sebagai caretaker sampai musim kompetisi tahun ini berakhir. Pada tanggal 1 Juni 2012, Brendan Rodgers diresmikan sebagai manajer Liverpool FC untuk menggantikan Kenny Dalglish. Dalam sebuah konferensi pers yang digelar pada jam 10.00 hari yang sama, John W. Henry, pemilik utama klub Liverpool FC di bawah perusahaan induk Fenway Sports Group, menyatakan bahwa "pemilihan Brendan Rodgers sebagai manajer Liverpool adalah satu langkah terpenting dalam membangun klub sepak bola yang dapat memuaskan para pendukung di dalam dan di luar lapangan."  

Berikut perjalanan karier Rodgers dalam angka sejak diangkat pada 2012 hingga diberhentikan pada 2015:
0 - Jumlah trofi yang dipersembahkan Brendan Rodgers selama mengarsiteki Liverpool.
2 - Posisi terbaik Liverpool selama Rodgers menjadi manajer.
29 - Jumlah kekalahan The Reds selama  diasuh Rodgers.
30 - Raihan hasil imbang Liverpool selama diarsiteki Rodgers.
52 - Jumlah gol yang dicetak Liverpool di musim 2014-15.
63 - Torehan kemenangan yang dipersembahkan Rodgers untuk Liverpool.
101 - Jumlah gol yang dicetak Liverpool di musim 2013-14.
122 - Jumlah laga di Premier League saat menangani Liverpool.
32,5 juta poundsterling - Pembelian terbesar yang dilakukan Rodgers saat mendatangkan Christian Benteke dari Aston Villa.
75 juta poundsterling - Pendapatan terbesar yang diterima Rodgers saat menjual Luis Suarez ke Barcelona.
200 juta poundsterling - Keuntungan Liverpool di bursa transfer selama diasuh Rodgers.
292 juta poundsterling - Jumlah yang dikeluarkan Rodgers untuk mendatangkan sejumlah pemain anyar ke Anfield.
Sumber: The Mirror


Semoga Era Brendan Rodgers menjadi awal bendera Liverpool FC kembali berkibar. Cukup aku, sang ayah, yang mencicipi masa panjang kegelapan Liverpool FC, sehingga si sulung akan dengan bangga mengenakan jersey Gerrard-nya.
(diperbaharui tgl 20 Maret 2014)  

10. Era  2015-kini

2019, Madrid
Pada 8 Oktober 2015, Klopp resmi menjadi pelatih Liverpool dengan menggantikan peran Brendan Rodgers yang dianggap tidak berhasil. Mantan pelatih Borrusia Dortmund ini, berhasil membawa Liverpool meraih  gelar juara di ajang Liga Champions pada kompetisi tahun 2018-2019. Gelar tersebut diraih setelah mengalahkan Tottenham Hotspur di partai final yang dilaksanakan di Stadion Wanda Metropolitano, Madrid dengan skor 2-0.


(diperbaharui tgl 14 Maret 2019)  




Kamis, 07 April 2011

Yang Pintar Harap Minggir


Dalam satu syukuran kemenangan dalam Pemilihan Kepala Daerah, sang pemimpin baru didepan tamu undangan yang mayoritas adalah anggota tim sukses pemenangan Pemilukada berucap,”Setelah menjabat sebagai kepala daerah, saya berjanji akan membangun daerah ini. Tapi, ingat, untuk menjadi anggota kabinet saya, saya tidak butuh orang pintar, yang saya butuhkan adalah orang yang royal.”

Definisi pintar menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah
1 pandai; cakap: ia termasuk anak yg -- di kelasnya; 2 cerdik; banyak akal: rupanya pencuri itu lebih -- dp polisi; 3 mahir (melakukan atau mengerjakan sesuatu): mereka sudah -- membuat baju sendiri;

Sedangkan definisi royal, dalam bahasa daerah, berasal dari kata royalis, menurut wikipedia.com, adalah
Pendukung seorang raja tertentu, pendukung setia.

Ada pemeo di masyarakat kalau orang pintar itu bisa, selalu, membodohi orang lain. Anggapan itu rupanya dijadikan pegangan oleh banyak pemimpin di negeri ini. Ditengah kebudayaan pencitraan yang menjadi trend, pemimpin daerah membutuhkan orang-orang yang penurut guna mendukung semua program, visi misi, yang mereka obral ketika kampanye.

Dengan orang-orang royal yang berada disekelilingnya, kepala pemerintahan akan nyaman bekerja karena orang-orang itu tidak akan mempunyai keberanian untuk mempertanyakan setiap kebijakan yang dikeluarkan atasannya.

Jadi, buat apa orang pintar?