Sabtu, 19 Maret 2011

Biarkan Mereka Menikmati Hujan

Dingin pun Tak Terhiraukan

Hujan.
Titik-titik air
yang dinanti dan dicaci.

Itu karya pertama penulis yang dibacakan di muka publik. Saat itu pelajaran Bahasa Indonesia yang diasuh oleh Ibu Nuraini ketika Penulis berada di kelas II A Sekolah Menengah Pertama Negeri 34 (SMP N 34). Kini setelah waktu berjalan menua, puisi tadi masihlah up to date untuk hidup kekinian. Hujan masih tetap sesuatu yang dinanti, terutama bagi anak-anak, karena ada satu sensasi yang tak bisa terlukiskan dan susah untuk ditulis. Aroma yang tercium saat hujan oleh sebagian orang dianggap wangi dan menyenangkan. Sumber dari aroma tadi berasal dari petrichor, minyak atsiri yang diproduksi oleh tumbuhan yang kemudian diserap oleh bebatuan dan tanah untuk kemudian dilepas ke udara pada saat hujan.

Sore itu aku duduk menghadapi laptop di ruang depan sementara di jalan depan rumah anak-anakku dengan beberapa temannya berkejar-kejaran bola sepak. Teriakan terkadang terdengar bila salah satu pihak berhasil memasukan bola ke gawang yang terbuat dari tumpukan sendal. Sesekali aku keluar untuk melihat keasyikan mereka beraktivitas dan menjaga mereka dari lalu lalang kendaraan. 

Langit tertutup awan gelap. Gemuruh geledek terdengar memenuhi alam, tapi kerumunan anak-anak itu tetap tak terganggu. Mereka tetap berebut menendang bola bulat itu. 

Tik-tik-tik! Perlahan titik-titik air jatuh di bumi, daun, pagar, dan di tubuh mereka yang masih menendang-nendang bola sepak.

Hujan merupakan satu bentuk presipitasi yang berwujud cairan. Presipitasi sendiri dapat berwujud padat, misalnya hujan es atau salju, dan aerosol, seperti embun dan kabut. Hujan terbentuk apabila titik air yang terpisah jatuh ke bumi dari awan. Selain itu, hujan memainkan peranan penting dalam siklus hidrologi. Lembaban dari laut menguap dan berubah menjadi awan, lalu terkumpul menjadi awan mendung untuk kemudian turun kembali ke bumi dan akhirnya kembali ke laut melalui sungai dan siklus hujan pun terus berjalan.

“Berhenti! Hujan turun!”teriak seorang ibu dari teras depan rumahnya.

“Hoi! Pulang!”satu teriakan terdengar lagi dari pintu rumah sebelahnya.

“Nggak boleh mandi, ya!”sahutan terdengar lagi

Seng rumah pun menggemuruh ditimpa air yang kian deras turun. Serentak kumpulan tadi berhenti dan berteduh di teras rumah kami. Aku duduk menemani mereka. Kicauan mereka tambah bersemangat seiring makin derasnya hujan. Tanah pun mulai tergenang air. Air yang terus menelusur menuju selokan.

“Ayah,”panggil si sulung.”Boleh mandi, kan?”

“Nanti kalau hujannya lebat.” 

Jumlah air hujan diukur menggunakan ombrometer dengan cara mengukur kedalaman air yang terkumpul pada permukaan datar dan diukur kurang lebih 0,25 mm. 

Jenis hujan berdasarkan besarnya curah hujan, yaitu:
  1. Hujan sedang, 20 – 50 mm per hari
  2. Hujan lebat, 50 – 100 mm per hari
  3. Hujan sangat lebat, diatas 100 mm per hari

Jenis hujan berdasarkan besarnya curah hujan, yaitu:
  1. Hujan gerimis dengan diameter butirannya > 0,5 mm
  2.  Hujan deras dengan diameter butirannya  ± 7 mm dan suhunya diatas 0o C
  3. Hujan salju terdiri dari kristal es yang suhunya berada dibawah 0o C
  4. Hujan batu es berupa curahan batu es yang turun dalam cuaca panas dengan suhunya diatas 0o C

Ayo! Tangkap Bola Kalau Bisa
Dan, hore!, tanpa menunggu komando dari ayahnya, anakku langsung terbang menyongsong hujan. Teman-temannya pun segera menyusul. Tak hirau dengan ancaman orang tua mereka, mereka kembali tenggelam dalam permainan menyepak bola, meskipun kini ditemani tetesan air disekitar mereka. Penuh tawa.

Tetesan air yang menghantam tubuh-tubuh kecil itu sering digambarkan berbentuk lonjong, lebar dibawah dan menciut di bagian atas, padahal itu tak terlalu tepat. Tetesan air hujan itu kecil hampir bulat. Air hujan yang besar menjadi kian ceper, seperti roti hamburger, dan air hujan yang lebih besar akan berbentuk payung terjun. Perlu diketahui, semakin besar tetesan air hujan, maka jatuhnya akan lebih cepat dibanding air hujan yang lebih kecil. Hujan memiliki kadar asam Ph 6. Bila berada dibawah 5,6 Ph, maka hujan dikualifikasikan sebagai hujan asam.

Dalam sejarah panjang perjalanan manusia, mandi hujan adalah aktivitas yang paling ditunggu. Setiap generasi mempunyai cerita tersendiri mengenai hujan, meskipun semuanya sama dalam melihat hujan. Ceria, bebas. Anehnya, beberapa kebudayaan telah membentuk kebencian terhadap hujan dan menciptakan peralatan seperti payung dan jas hujan. Selain itu, banyak juga orang yang lebih suka tinggal dalam rumah bila hujan turun. Jadi, biarkan mereka menikmati hujan agar imajinasi mereka tentang hujan tak berubah. 

Sumber : wikipedia. or

Minggu, 13 Maret 2011

Aku Sayang Tuhan Karena Dia Ternyata Sayang Aku

Aku baru ngeh kalau Tuhan itu sayang sama aku. Sumpah! Aku tak pernah berfikir sampai sejauh itu. Dulu kujalani hidup ini apa adanya. Di penghujung usia tiga puluh ini, aku baru menyadari kalau Tuhan itu Maha Penyayang. 
Gini ceritanya:
Setiap aku punya masalah yang sedikit pelik yang membuat jantung berdebar, emosi meninggi, maka aku ambil wudhu dan bersujud. Dalam sujud, dengan bahasa yang kupahami, aku meminta untuk diberikan ketenangan jiwa dan apa yang terjadi? Begitu selesai shalat, semua emosi yang melanda diri ini perlahan reda dan jiwa pun tenang. Sederhana memang, tapi ini nyata kualami.

Pernah aku punya pekerjaan dengan penghasilan yang lumayan besar kuterima setiap bulannya, tapi hati ini tak terima karena aku tahu pekerjaan ini tidak sesuai dengan nurani karena menzhalimi orang lain. Ketika tekanan jiwa tak sanggup lagi kuredam, aku kembali bersujud. Begini doaku, masih dengan bahasa yang dapat kufahami, “Tuhan, kalau memang pekerjaan ini baik untukku, lindungilah aku, tapi kalau menurut-Mu tidak, maka berilah aku pekerjaan lain yang lebih baik.” Alhasil, setelah beberapa lama selalu melantun doa yang sama, Tuhan mengabulkan doaku. Diberinya aku pekerjaan lain yang meskipun pendapatannya lebih sedikit, tapi menentramkan hati. Masih tak percaya?

Ini permintaanku yang lain,”Tuhan, wujudkan mimpiku untuk mempunyai rumah.” Apa yang terjadi? Diberinya aku rezeki yang tak terkira, tentu saja dengan dibarengi usaha, dong. Tuhan ‘kan tidak mungkin memberikan rezeki seperti air hujan yang turun dari awan. Rezeki yang lumayan hingga aku dapat membeli tanah dan sekarang pun aku masih tetap rajin melapalkan permintaanku. 

Memang banyak pula keinginanku yang belum dikabulkan-Nya, tapi aku tak mau picik. Aku berfikir positip saja. Toh dengan semua kebaikan yang telah diberikannya, aku dapat menikmati hidup ini. Aku nggak mau berfikir terlalu tinggi dan mengharapkan yang muluk-muluk karena aku tahu siapa aku ini, manusia yang tak pernah puas dengan apa yang dimilikinya dan selalu kekurangan.

Kini kunikmati saja pemberian-Nya. Kuharap Tuhan tetap sayang aku hingga aku pun akan semakin sayang pada-Nya.

Selasa, 08 Maret 2011

Bisakah Suatu Keyakinan dimatikan?

Setiap manusia yang punya akal sehat, bebas, dan independen pastilah akan mempelajari kebenaran agama. Orang yang sangat tidak peduli dengan agama pun seharusnya mempelajari agama, paling tidak untuk meyakinkan bahwa ajaran agama itu salah, sehingga dapat mengambil kesimpulan mempelajari agama lebih mendalam adalah sebuah kesia-siaan, Otong Sulaeman dalam buku Dari Jendela Hauzah.

Saat ini di Indonesia sedang hangat-hangatnya isyu penutupan Ahmadiyah. Berbagai elemen masyarakat yang mengaku mewakili umat Muslim Indonesia dengan penuh semangat menyerukan penutupan organisasi Ahmadiyah. Banyak pula kepala pemerintahan yang mengeluarkan peraturan daerah untuk menghentikan aktivitas Ahmadiyah di daerahnya. 

Mampukah suatu aturan meredamnya? Suatu lembaga, organisasi, atau apa pun bentuknya bisa dimatikan dan dipinggirkan, tapi kepercayaan, pemahaman, atau pola pikir manusia? Saya tidak percaya bila kepercayaan, pemahaman, atau pola pikir manusia dapat dimatikan.

Sekarang yang bisa dilakukan adalah mengebiri perkembangannya. Bagaimana caranya? Inilah saatnya para pemuka agama, ulama, menunjukkan karismanya. Saya percaya umat tidak akan menyerang dan merusak bila tidak ada provokasi dari pihak lain. Saya pun masih percaya suara ulama tetap menjadi pegangan jamaahnya.
Karena itu, solusi meredam perkembangan Ahmadiyah adalah musyawarah, bincang-bincang. Tak perlu ada kekerasan karena akan menimbulkan trauma dan perlawanan dari pihak musuh. 

Sekarang permasalahannya, mau tidak ulama menurunkan egonya datang ke lingkungan Ahmadiyah untuk ngobrol dan sharing guna menyamakan persepsi mengenai Islam yang benar. Bila tetap sulit karena memang susah mematikan pemahaman seseorang, maka peran seorang ulama adalah melakukan advokasi terhadap masyarakat luas agar tidak terpengaruh ajaran tadi.

Saya melihat ulama sekarang bersikap eksklusif. Mereka hanya menunggu di tempat dan jamaah yang datang menghampiri. Padahal idealnya seorang ulama adalah menghampiri, menjemput umat yang berserakan di luar yang bingung dengan pilihan hidupnya dan merangkulnya untuk ke jalan yang benar. 

Sekarang sudah tiba saatnya ulama menjemput jamaah Ahmadiyah yang sedang kebingungan dengan lembut dan halus, bukan dengan cara kekerasan karena citra Islam dipertaruhkan di sana.