Senja telah berganti malam. Suara binatang malam terdengar dari balik tembok tinggi yang memisahkan mushalla dengan perkampungan diluar kompleks. Setelah menyelesaikan salat maghrib, kami, jamaah yang kebanyakan masyarakat luar kompleks karena penghuni kompleks elit ini terlalu capek dengan aktivitas kesehariannya, seperti biasa berkumpul di teras mushalla sambil menunggu waktu Isya tiba.
”Kemana saja, Bang?”tanyaku pada Bang Idrus yang hampir seminggu ini tidak hadir di mushalla. Jamaah lain pun menghujani dengan pertanyaan yang sama.
Yang ditanya hanya mesem-mesem salah tingkah.
”Kata si Mail ente ada di rumah.”Mamat Satpam menepuk pundak Bang Idrus.
”Ada bisnis apa?”tanyaku.”Ajak-ajak kalo ada proyek tuh.”
”Ada urusan dikit sama bini.”Akhirnya ia buka mulut.
”Urusan apa, Bang?”sambut Mang Miskam, Si Penjaga musholla.”Mau nambah anak lagi?”
Tawa pun bergema di teras mushola.
”Belum cukup buntut lima, nih?”timpal Ustad Ali.
”Itulah soalnya.”
”Soal apa? Susah nggak soalnya?”gurau Mang Miskam.
”Aku mau nikah lagi.”sentak Bang Idrus penuh ragu.
Senyum pun terkembang. Sudah terlalu sering masalah ini dibahas dalam Majelis Menunggu Isya kami.
”Abang mau nikah lagi?”todong Mang Miskam memastikan.
”Iya.”jawabnya.
”Sudah ada calonnya?”
”Belum, sih.”ucapnya pelan,”tapi niatnya sudah ada.”
”Terus?”
’Katanya kan kalau kita mau menikah lagi, kita harus minta izin dulu dari istri kita.”
”Iya, sih,”jawab Ustad Ali.”Sebaliknya begitu. Biar afdolll....”
”Aku sudah minta izin ke istri dan ia setuju.”
”Terus?”
”Masalahnya hanya satu.”
”Apa itu?”
”Istri ngasih izin dengan syarat.”Ia menatap kami bergantian seperti meminta suport dari kami.
”Apa syaratnya?”berondong jamaah lain.
”Pertama: minta disiapin rumah untuk tempat tinggal biar nggak pusing mikirin uang kontrakan rumah lagi. Kedua: minta uang bulanan untuk bayar uang sekolah anak, uang jajan mereka, dan kebutuhan hidup keluarga.”Bang Idrus mengurut keningnya. Berat sekali masalah yang dihadapinya. ”Kalau semua syarat saya penuhi, ia rela dimadu.”
”Memang benar, dong, permintaan itu, Pak,”ujarku. Beberapa teman lain pun mendukung.
”Bagaimana saya bisa memenuhi semua syaratnya, Dek. Kerja sayakan hanya tukang angkut sampah di perumahan ini.”
Nah lo!