“Ini kan baru jam satu, Sayang,”jawabku,”Acaranyo ‘kan jam tigoan.”
“Nanti dak kebagian tempat.”
“Ayah kondangan dulu, baru kito nonton,”bujukku.
“Sayo ikut Koko be, ya, Yah,”ucapnya lagi,”Koko pegi samo Mamanyo.”
Dikejauhan sana, Personil Sm#sh in Action |
“Pegilah. Kagek Ayah nyusul.”
Hari itu, Minggu, kelompok penyanyi yang sedang naik daun berkunjung untuk mengadakan pertunjukan di salah satu pusat perbelanjaan di Jambi. Berita tentang kedatangan cowok-cowok keren itu sudah membahana sejak dua minggu lalu. Gaungnya membuat para anak baru gede begitu bersemangat, termasuk juga dilingkungan rumah.
Setiap hari dan setiap saat bahan percakapan diantara mereka adalah personelnya yang keren-keren. Setiap sore, waktu mereka bercengkrama di markas mereka, adalah waktu untuk bernyanyi bersama semua lagu kelompok penyanyi tersebut.
Setelah selesai memenuhi undangan pernikahan seorang staf di kantor, saya dan istri berganti pakaian dan segera meluncur ke tempat pertunjukan. Dengan memakai jalan alternatif, karena yakin jalan utama tak mungkin bisa dilewati, kami pun bergerak. Semakin dekat, kemacetan sudah terlihat. Dengan keterampilan ala Valentino Rossi, motor pun menyelinap diantara mobil, naik turun trotoar, dan menghindari para penonton yang meluber hingga ke jalan raya guna mendekati arena pertunjukan. Syukurlah akhirnya kami mendapatkan tempat parkir untuk motor dan langsung bergerak mencari si sulung yang entah berada dimana.
Segala upaya dilakukan guna melacak keberadaan Si sulung, tapi itu sulit dilakukan karena padatnya lapangan pertunjukan. Setelah menyelinap diantara para penonton, kami pun mendapat posisi strategis untuk mencari Si sulung. Tapi, terlalu riskan mencari satu orang diantara ribuan manusia yang bergerombol penuh semangat menunggu kehadiran kelompok penyanyi idola mereka.
Sudahlah. Anakku pasti selamat, pikirku. Sekarang para idola telah menaiki panggung, suara penonton pun menggemuruh mengikuti lagu yang dinyanyikan keenam personel karena satu orang tak hadir.
Kuperhatikan penonton yang hadir. Rata-rata anak baru gede berkumpul dibagian depan panggung asyik bergoyang dan menyanyi, tapi dibagian belakang, ditempat yang tak begitu padat, wajah imut-imut banyak kutemukan diatas bahu para orang tuanya. Wajah imut-imut sepantar dengan anakku. Rupanya magnet Sm#sh tak hanya berlaku terhadap para ABG saja, tapi juga generasi dibawahnya. Hebatnya kemajuan tekhnologi.
Tak sampai tiga puluh menit, sang idola menyelesaikan atraksinya. Panggung pun sepi dan penonton membubarkan diri. Pakaian yang kuyup dengan keringat, rambut yang acak-acakan, tak menghapus rasa bahagia yang menyembul di wajah mereka karena dapat meraih mimpi melihat para idola secara langsung.
Kami pun menjauh agar tak terkena terjangan para penonton yang secara serentak bergerak meninggalkan arena dan segera kembali ke misi utama, yaitu mencari si sulung. Akhirnya si sulung dapat ditemukan. Wajahnya pun sumringah penuh kepuasan.
Satu yang terlupakan ketika kutatap gerakan para penonton yang bergerak menjauhi arena pertunjukan. Ternyata lebih banyak wajah setengah tua yang hadir di Mall ini. Mereka, baik dengan sukarela maupun setengah terpaksa, mengawal sang anak untuk sekedar melihat dari kejauhan idola-idola mereka. Kehadiran Smash memaksa para orang tua turun tangan menjaga keselamatan sang buah hatinya. Sesuatu yang tak pernah dilakukan orang tua di kala kanak-kanak aku menonton pertunjukan musik di kampung.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar