“Hei! Tadi Kami ke Museum, lho,”terang anak sulungku pada teman-temannya ketika mereka berkumpul di teras rumah. Teras rumah kami memang selalu menjadi markas mereka di kala sore hari seusai bermain.
“Museum mana?”
“Museum ... Museum Negeri, ya, Yah?”tanyanya padaku sekedar memastikan kebenarannya.
Aku yang sedang mengetik di laptop di tempat yang sama menganggukkan kepala menyetujui jawabannya.
“Seru nian!”Semangat sekali Si sulung berkata,”Besok kami ke museum lagi. Museum apa, yah?”
“Museum Perjuangan.”
“Iya. Museum Perjuangan!”
Senang sekali melihat semangat Si sulung menceritakan pengalaman keduanya datang ke museum. Dulu ketika di Taman Kanak-kanak, ia kuajak ke Museum Perjuangan dan sekarang, di kelas II Sekolah Dasar, ia mengajak mengunjungi Museum Negeri Jambi.
Senang sekali melihat semangat Si sulung menceritakan pengalaman keduanya datang ke museum. Dulu ketika di Taman Kanak-kanak, ia kuajak ke Museum Perjuangan dan sekarang, di kelas II Sekolah Dasar, ia mengajak mengunjungi Museum Negeri Jambi.
Menyusuri Selasar Museum, Mempelajari Masa Lalu |
Kendaraan pun memasuki gerbang kompleks gedung yang berdiri di atas tanah seluas 13.350 meter persegi dan diresmikan pada 06 Juni 1988 oleh Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Prof. DR. Fuad Hasan, dengan luas bangunan 4.000 meter persegi dengan nama Museum Negeri Jambi ini, kami disambut kelengangan yang abadi. Lahan parkir pun hanya diisi oleh beberapa motor yang kuperkirakan milik pegawai Museum, bukan pengunjung.
Memasuki ruang loby yang berada di gedung utama yang berbentuk Rumah Kajang Lako, arsitektur khas Jambi, yang berfungsi sebagai ruang resepsionis, kami disambut harimau sumatera yang sudah diawetkan, denah geografis Propinsi Jambi dan profil keberadaan Museum Jambi dan seorang penjaga. Masih sepi, tidak terlihat satu orang pun pengunjung. Petugas penjaga mengenakan tarif masuk sebesar Rp. 3.000,- untuk orang dewasa yang karena sang penjaga tak mempunyai kembalian, maka uang Rp. 10.000,- pun lenyap.
Tanpa pemandu, kami merayapi koleksi-koleksi yang terpajang dibalik etalase. Semuanya masih terawat baik dan keterangan mengenai koleksi disajikan dalam dua bahasa, bahasa Indonesia dan bahasa Inggris. Sesuai jalur perjalanan, maka inilah koleksi dari Museum Negeri Jambi:
- Geologika berupa fosil kayu, batuan dan mineral serta benda bentukan alam lainnya yang rata-rata berada di Kabupaten Merangin.
- Biologika berupa flora dan fauna serta fosil manusia
- Arkeologika berupa benda peninggalan prasejarah sampai datangnya pengaruh budaya barat masih banyak terdapat di daerah Jambi, seperti beliung batu yang dipergunakan pada masa prasejarah di Kerinci, temuan di sekitar kompleks percandian Muaro Jambi seperti gong bertuliskan aksara kuno Cina, teko, piring porselen, fragmen tangan, arca Budha, arca Awalokiteswara, kalung jalinan kawat emas berliontin kepala binatang, gelang kuningan berbentuk rantai, dan banyak lagi.
- Filologika atau naskah-naskah kuno yang ditulis tangan, incong Kerinci yang ditulis di atas tanduk dan bambu, Al-Qur'an dan Kitab Tassauf yang ditulis tangan.
Naik ke lantai dua yang masih tak ditemukan satu sosok manusia pun disajikan koleksi mengenai Etnografika, Khasanah Budaya Jambi, yang menyajikan antara lain, peralatan berburu tradisional, peralatan tani, peralatan menumbuk padi, peralatan menangkap ikan, kerajinan anyaman, kerajinan tenun dan batik, perlengkapan perkawinan suku Melayu Jambi, seperti amben, pelaminan, tempat tidur, peti tempat menyimpan barang rumah tangga, pakaian adat dari kabupaten/kota se-Provinsi Jambi.
Turun lagi ke lantai satu dan masuk ke satu ruangan yang menyajikan:
- Historika, yaitu koleksi berupa foto Keris Siginjei, pedang samurai (katana), meriam jaman kolonial, pistol VOC, pedang perang, tombak upacara adat.
- Numismatika dan Heraldika merupakan koleksi uang kuno yang berasal dari Belanda, ORI, dan uang dari masa kerajaan China.
Di satu ruangan lagi tersaji koleksi keramologika, yaitu benda koleksi keramik dan tembikar kuno yang berasal dari Jambi, Cina, Arab, Myanmar dan Eropa, berupa tempayan, guci, piring tadah, cepuk, mangkok, kendi, botol, ceret bercucuk pendek, dan buli-buli berbentuk kuncup bunga teratai.
Pada selasar yang berada di ruang terbuka dipamerkan stupa-stupa, pecahan keramik, duplikat patung Prajna Paramita, foto koleksi yang berasal dari daerah Jambi yang berada di Museum Nasional Jakarta, Meriam VOC, Mesin Cetak Uang, duplikat patung Bhairawa (Adityawarman), alat angkut tradisional, lumbung padi, diorama candi-candi yang berada di kompleks percandian Muaro Jambi.
Tak sampai satu jam, kami telah berhasil menjelajahi Museum Negeri jambi, tapi apakah seluruh koleksi museum telah kami lihat itu kami tidak tahu karena ketika kami meminta brosur, buklet, atau apapun namanya sekedar untuk menambah informasi dan sebagai souvenir sebagai bukti kami telah berkunjung ternyata tidak tersedia.
Jam setengah dua belas kami meninggalkan gedung yang masih lengang itu.
“Kenapa masih sepi, ya, Yah?”tanya Si sulung.
Aku hanya senyum menanggapi pertanyaan itu karena bingung menjawabnya. Terlalu banyak alasan yang bisa diberikan, tapi aku tak mau jawabanku mengubah persepsinya tentang museum. Biarlah ia menikmati kunjungannya dan membentuk sendiri imajinasinya tentang museum.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar