Setiap
pagi, Mimih, perempuan menjelang tujuh puluh tahun itu, masih
dengan setia membuka warung kelontong peninggalan suaminya. Dulu, mereka
berdua, suami istri, bahu membahu membesarkan usaha warung pecah belahnya demi
membiayai kehidupan keluarganya. Dengan
hanya berjualan sayur mayur dan kebutuhan sehari-hari, kelima anaknya dapat
melanjutkan pendidikan sampai perguruan tinggi.
Dan
ketika sang suami meninggal, Mimih pun terus berjualan untuk menghidupi anak-anaknya
hingga semua anaknya dapat menyelesaikan pendidikan mereka.
Doa Seorang Ibu, Jembatan Seorang Anak |
Ketika
kelima anaknya telah mapan dan berkeluarga, Mimih tetap berjualan. Meski warung
kelontongnya telah diserahkan ke anak sulungnya, Mimih masih sibuk membungkus
gula kiloan, menimbang beras, menyapih ulat yang mengerubungi ikan asin, dan
banyak kesibukan lain.
Pernah
kami, anak-anaknya, bersepakat untuk menjauhkan Mimih dari kesibukan berjualan.
Kami ingin Mimih menikmati masa tuanya dengan bersantai di rumah dan bermain
dengan cucu-cucunya. Toh, tak ada lagi beban yang harus ditanggung beliau.
“Bukannya
Mimih ini kemaruk harta, bukan. Bukannya mimih ini takut kehilangan pendapatan,
bukan. Bukannya Mimih ini tidak rela kehilangan warung tua ini, bukan.
Terus
terang Mimih terkadang capek mengurus semuanya, setiap malam Mimih harus
mengolesi tangan dan kaki dengan minyak agar capeknya tak terasa, Mimih pun
sering merasa jenuh. Itu Mimih akui.
Tapi,
ingat saja. Dari warung inilah kalian bisa makan, bisa membeli pakaian, bisa
bersekolah, dan dari warung ini pula Mimih bisa naik haji. Jadi selama Mimih
masih hidup, masih bisa bergerak, tolong jangan larang Mimih untuk ke warung
karena inilah sumber kebahagiaan bagi Mimih.”
Hingga
kini Mimih masih setia dengan aktivitas kesehariannya dan kami, anak-anaknya,
tak pernah lagi mengusik ladang kebahagiannya karena Kami akhirnya faham kalau
kebahagiaan Mimih adalah tetap bisa berkurban setiap Idhul Adha tanpa mengharap
uang dari anak-anaknya, tetap bisa bersedekah tanpa mengharap uang dari
anak-anaknya, tetap bisa mengirimi anak-anaknya hadiah lebaran tanpa mengharap
uang dari anak-anaknya.
Terima
kasih, Mih. Tanpa perjuangan dan kerja keras Mimih dan Bapak, Kami, kelima
anakmu, tak akan pernah jadi seperti sekarang ini.