Perkawinan mereka tidak bisa dipertahankan
lagi.
“Salahkan suatu perceraian jika suatu
pernikahan telah lama tidak bisa dipertahankan lagi?”keluh Atikah malam itu
dikamarnya, seorang diri.
Keluhan itu memang mengungkapkan kepedihan yang
teramat dalam. Sebuah tema kesengsaraan yang hitam, kesendirian yang kelam.
Mungkin pula suatu kesepian yang teramat menekan dan lelehan air mata yang
telah mengering diam-diam.
Ary tak kembali. Ia pergi tanpa pamit lagi,
setelah pertengkaran yang hebat marak di sudut-sudut kamar itu dan membakari
bantal-bantal mereka. Padahal perkawinan mereka belumlah seumur jagung. Betapa
cepat kemesraan itu berlalu, betapa cepat keindahan malam-malam yang penuh
gairah itu menguap bagai tak pernah ada sebelumnya. Bagaikan angin kelabu yang
bertiup sesaat dengan gemetar kemudian menghilang. Bagaikan gerimis yang
melesat cepat di sore yang kelam.
Salah siapakah di antara mereka, jika ternyata
mereka tidak mampu mempertahankan janji-janji yang baru saja diucapkan itu?
Salah siapakah sehingga bulan madu mereka begitu cepat hambar? Salah siapakah?
Ya, salah siapakah?
Kita tidak tahu. Sampai kapan pun kita tidak
akan pernah tahu. Tapi, kisah tentang pelbagai perkawinan yang terpuruk hanya
beberapa minggu setelah dikukuhkan, beruntun datang. Silih berganti. Dan kita
tak sempat mengetahui apa yang menyebabkannya. Begitu mudahkan cinta pupus?
Cinta yang mengebu-gebu sebelumnya, begitu mudahkah cinta padam hanya oleh
selembar gerimis tipis? Kita tidak tahu. Satu-satunya yang kita tahu mungkin
bahwa komunikasi di antara mereka memang sudah lama tidak jalan. Komunikasi
telah mati. Mereka pun menjadi asing satu sama lain. Ternyata: Mereka memang
tak saling mengenal. Benar: Mereka tak saling mengenal.
“Padahal,”kata Dr. Joyce Brothers,”siapa pun
yang hendak memasuki gerbang perkawinan seharusnya sudah mengenal pasangannya
dengan sebaik-baiknya. Jangan gegabah memilih pasangan sebab perkawinan, betapa
pun, adalah bagian yang tak ternilai dari perjalanan sejarah seseorang di
sepanjang hidupnya.”
Dalam bukunya, What Every Woman Should Know About Men, Dr. Joyce Brothers
menyarankan bahwa seorang wanita harus benar-benar meneliti pasangannya lebih
dulu, sebelum memutuskan untuk menerima lamaran lelaki itu.
“Sebab lelaki,”tulis Dr. Brothers,”penuh kabut
dan kabut itu harus disingkapkan.”
“Seorang wanita dapat meningkatkan hubungannya
dengan lelaki mana pun--suaminya, anaknya, teman-teman di kantornya,
orang-orang yang mengaguminya dan sebagainya—apabila ia mengerti lebih banyak
mengenai kebiasaan-kebiasaan lelaki: ketakutannya yang tersembunyi,
kecemasannya terhadap kemampuan seksualnya, cita-cita dan pandangan hidupnya,
kehausan dan kerakusannya untuk dicintai, fragilitas hidupnya, dan sebagainya.”
Berdasarkan pengalaman konsultasi yang
ditekuninya bertahun-tahun, Dr. Joyce Brothers menyadari bahwa banyak wanita
yang sesungguhnya tak mengenal pasangannya, padahal mereka sudah lama hidup
bersama, saling mencintai, bekerja bersama, dan mengasihi anak-anak yang lahir
beruntun dalam hidup mereka.
“Lelaki tak lebih bagaikan porselin yang sangat
fragil,”kata Dr. Joyce Brothers,”Itulah yang harus benar-benar difahami oleh
seorang wanita.”
Dan itulah pula yang saya kutip dan katakan
pada Atika ketika ia datang ke rumah sakit untuk konsultasi. Agak aneh memang,
ia datang mengunjungi saya untuk konsultasi, padahal sama sekali tak ada
kelainan pada jantungnya. Ia hanya mengeluh sering berdebar di malam hari dan
mengalami serangan sesak yang berulang berkali-kali.
“Jika sekarang anda terpaksa memilih
perceraian, mungkin karena anda memang
belum membaca What Every Woman Should
Know About Men itu. Dr. Dr. Joyce Brothers menekankan bahwa banyak
perkawinan yang terpuruk disebabkan oleh fragilnya watak seorang lelaki dan
sayangnya anda tak mengenalinya,”kata saya pada Atika.
Dalam hati saya mengatakan bahwa Dr. Joyce
Brothers mungkin lupa menganjurkan kaumnya untuk meneliti liku-liku dirinya
sendiri lebih dulu sebelum meneliti lika-liku laki-laki. Buku What Every Woman Should Know About Herself memang
tak pernah ditulisnya.
Sumber: Republika
Tidak ada komentar:
Posting Komentar