Jumat, 25 Januari 2019

D E S Y

Jika kau menanyakan mengapa Desy, wanita anggun, cerdas, dan lembut itu, terpaksa memutuskan harus bercerai dengan Herman yang diakuinya selama ini sangat dicintainya? Tidaklah itu semata-mata karena mereka tidak mau berpura-pura lebih lama lagi?
“Yang benar, Des?”ujar Lily tak percaya.
Desy mengangguk pelan.
“Mengapa? Tidakkah hubungan kalian selama ini baik-baik saja?”
Desy tidak menjawab. Ia hanya tersenyum sesaat dan menunduk. Wajahnya  yang bersih tak bercahaya. Mendung menyapu seluruh seluruh keceriaan yang pernah dimiikinya. Betapa pun ia berusaha tegas menyibaknya.
Perceraian memang menyakitkan, tapi, tidakkah kepura-puraan yang mereka lakukan selam ini untuk menunda perceraian justru terasa lebih menyakitkan?
“Saya tidak mau munafik,”kata Desy.”Taka da yang tahu, perkawinan kami sesungguhnya sudah lama berakkhir. Berbagai usaha sudah pernah kami lakukan untuk menyelamatkannya, tapi, ternyata kami pura-pura sajanya selama ini. Pura-pura berbahagia, pura-pura sebagai sebuah keluarga yang rukun dan saling mengasihi seperti apa yang tampak oleh orang lain.
Bukankah kami sarjana, dari kalangan intelektual, sehingga tak pantas kiranya jika sampai bercerai? Bukankah perceraian sangat memalukan hingga kami berusaha mempertahankan perkawinan kami, sekalipun dengan bersikap munafik seperti itu, pura-pura rukun dan bahagia?
“Sesungguhnya kami sudah hidup sendiri-sendiri. Penghasilan saya selama ini tak kalah dengan Herman. Kami sekarang bebas berbuat apa saja yang kami hendaki dengan harta milik masing-masing. Satu-satunya yang masih milik bersama hanyalah kedua anak kami. Merekalah yang menyebabkan kami masih bertahan untuk tinggal dibawah satu atap dan berusaha menutupi keretakan perkawinan kami dari pandangan orang lain.”
Desy menyapu sudut matanya.
“Kesalahannya mungkin memang terletak sejak awal ketika kami memutuskan untuk memasuki jenjang perkawinan,”kata Desy,”Kami mungkin memang tidak lulus ketika saling jatuh cinta waktu itu.”
“Tapi, banyak perkawinan yang tidak dimulai dengan saling jatuh cinta, toh, mereka ternyata berbahagia,”ujar Lily.
“Ya, saya tahu. Tapi, bukankah itu memang dilahirkan dalam suatu keluarga yang berada dan berkembang di tengah kelompok masyarakata yang tidak sama?”
Dengan kesadaran seperti itulah Desy mencoba memahami keputusannya sendiri akhirnya untuk berpisah dengan Herman. “Saya tidak munafik,”kata Desy lagi.

sumber: Republik


Tidak ada komentar:

Posting Komentar