Sabtu, 19 Oktober 2019

Dunia Pendidikan, Bisnis yang Menggiurkan


Kegairahan murid-murid dalam memasuki tahun ajaran baru masih sangat terasa. Semangat mereka untuk menghirup semua pengetahuan yang disebar para pengajar begitu tinggi. Amatlah menyenangkan melihat tingkah generasi penerus bangsa itu dalam menapaki dunia pendidikan sebagai wahana pencarian jati diri dan pendalaman ilmu.

Tapi, tahukah mereka bagaimana beratnya para orang tua mewujudkan keinginan anak-anaknya untuk memasuki institusi pendidikan guna masa depan yang lebih terjamin?

Kini, pendidikan bukanlah barang murah. Pendidikan berkualitas terlalu sukar dijangkau oleh masyarakat miskin.

 “Anaknya masuk kemana, Bang?”tanyaku pada Hamzah yang rumahnya berada dipojok jalan.

Saat itu  matahari mulai rebah ke barat. Sambil merubung tukang gorengan, obrolan pun mengalir lancar.

“Es-em-pe Sembilan.”

“Kok, nggak masuk Es-em-pe Satu?”Kutiup bakwan panas yang ada di tangan. ”Sekolah favorit, tuh.”

“Wah, mahal nian,”jawabnya setelah menghabiskan tempe di mulutnya.”Lima jutaan.”

“Apanya yang lima jutaan?”Kulihat mata Bang Andi, tetangga bedeng sebelah, mendelik.

“Iya! Ada uang lima juta, ada bangku.”

“Kenapa nggak pakai orang dalam?”tanyaku karena kutahu keluarga besarnya banyak koneksi orang berpengaruh di daerah ini.

“Hahaha...”tawanya menggema meski terasa getir,”Lima juta itu pakai orang dalam. Kalau nggak punya koneksi, pasti lebih besar lagi.”

“Ah! Masak sampai sebesar itu, Bang?”Bang Andi tetap belum percaya.

“Sekarang ini, ada orang dalam atau nggak, tetap saja harus keluar uang.”

“Masak nggak punya dana sebesar itu?”pancingku karena kutahu ia adalah toke karet yang berhasil dengan hektaran kebun karet di dusunnya.

“Bukan masalah uangnya, tapi lucu ‘kan kalau pendidikan anak kita diukur dengan besarnya uang yang diberikan ke sekolah. Mana sekolah negeri lagi.”

Tapi yang harus diingat, komersialisasi penerimaan siswa baru bukan kesalahan pihak sekolah saja. Hasrat besar untuk menyekolahkan anak tercinta di sekolah yang dinilai berkualitas menyebabkan  para orang tua melakukan berbagai cara  agar anaknya menjadi warga sekolah favorit tadi dan ini menjadi peluang bagi beberapa pihak untuk berperan sebagai calo. Dengan membayar tarif tertentu, dijamin satu bangku akan menjadi hak yang membayar.

Jadi, tak perlu heran bila mendengar besarnya perputaran uang yang beredar selama penerimaan siswa baru disetiap tahun ajaran baru. Mau dibuktikan? Mustahil.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar